15 Pondok Pesantren Tertua dan Terbaik di Indonesia yang Terus Berkembang

loading...
Inilah informasi tentang 15 Pondok Pesantren Terbaik di  Indonesia yang kami ulas berdasarkan jenis waktu pendirian pesantren dan tingkat perkembangannya yang tetap bertahan hingga sekarang tanpa terpengaruh atau menurun akibat perkembangan dan kemajuan zaman.

1. Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur (berdiri tahun 1718)


Sidogiri dibabat oleh seorang Sayyid dari Cirebon Jawa Barat bernama Sayyid Sulaiman. Beliau adalah keturunan Rasulullah r dari marga Basyaiban.

Ayahnya, Sayyid Abdurrahman, adalah seorang perantau dari negeri wali, Tarim Hadramaut Yaman. Sedangkan ibunya, Syarifah Khodijah, adalah putri Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati. Dengan demikian, dari garis ibu, Sayyid Sulaiman merupakan cucu Sunan Gunung Jati.

Sayyid Sulaiman membabat dan mendirikan pondok pesantren di Sidogiri dengan dibantu oleh Kiai Aminullah. Kiai Aminullah adalah santri sekaligus menantu Sayyid Sulaiman yang berasal dari Pulau Bawean.

Konon pembabatan Sidogiri dilakukan selama 40 hari. Saat itu Sidogiri masih berupa hutan belantara yang tak terjamah manusia dan dihuni oleh banyak makhluk halus. Sidogiri dipilih untuk dibabat dan dijadikan pondok pesantren karena diyakini tanahnya baik dan berbarakah.

2. Pondok Pesantren Jamsaren Jawa Tengah (berdiri tahun 1750)


Pondok pesantren Jamsaren berlokasi di Jalan Veteran 263 Serengan Solo. Ponpes ini pertama berdiri sekitar tahun 1750. Dalam sejarahnya, pondok ini melewati dua periode, setelah mengalami kevakuman hampir 50 tahun, antara 1830 - 1878.

Semula, pondok pesantren yang didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IV ini hanya berupa surau kecil. Kala itu, PB IV mendatangkan para ulama, di antaranya Kiai Jamsari (Banyumas). Nama Jamsaren itu juga diambil dari nama kediaman Kiai Jamsari yang kemudian diabadikan hingga sekarang.

Vakumnya pondok pada 1830 disebabkan terjadinya operasi tentara Belanda. Operasi itu dimulai lantaran Belanda kalah perang dengan Pangeran Diponegoro pada 1825 di Yogyakarta. Karena kalah, Belanda melancarkan serangkaian tipu muslihat dan selanjutnya berhasil menjebak Pangeran Diponegoro. Karena itu pada 1830, para kiai dan pembantu Pangeran Diponegoro di Surakarta dan PB VI bersembunyi dan keluar dari Surakarta ke daerah lain, termasuk Kiai Jamsari II (putra Kiai Jamsari) dan santrinya.

Setelah sekitar 50 tahun kosong, seorang kiai alim dari Klaten yang merupakan keturunan pembantu Pangeran Diponegoro, Kiai H Idris membangun kembali surau tersebut. Tentu lebih lengkap dan diperluas dari kondisi semula. Di tangan Kiai Idris inilah Jamsaren mencapai puncaknya.

Selain mengelola Ponpes Jamsaren, Kiai Idris saat itu juga mengelola Madrasah Mamba'ul Ulum yang didirikan Kraton Surakarta. Sejumlah tokoh pergerakan nasional dari berbagai daerah tercatat pernah belajar di madrasah tersebut.

Sedangkan di Jamsaren, ribuan santri dari berbagai penjuru Asia Tenggara datang berguru kepada Kiai Idris yang dikenal sangat 'alim dan juga menjadi mursyid Thariqah Naqsyabandiyah tersebut.

3. Pondok Pesantren Miftahul Huda (PPMH) Gading Malang Jatim (berdiri tahun 1768)


Pondok Pesantren Miftahul Huda (PPMH) Malang didirikan oleh KH. Hasan Munadi pada tahun 1768. PPMH juga dikenal dengan nama Pondok Gading karena tempatnya berada di kelurahan Gading Kasri, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Bahkan nama yang terakhir lebih masyhur dikalangan masyarakat.

KH. Hasan Munadi wafat pada usia 125 tahun. Beliau mengasuh pondok pesantren ini selama hampir 90 tahun. Beliau meninggalkan empat orang putra yaitu: KH. Isma'il, KH. Muhyini, KH. Ma'sum dan Nyai Mujannah. Pada masa itu, Pondok Gading belum mengalami perkembangan yang signifikan.

Setelah KH. Hasan Munadi wafat, Pondok Gading diasuh oleh putera pertama beliau yang bernama KH. Ismail. Dalam menjalankan tugasnya yaitu membina dan mengembangkan pondok pesantren, generasi kedua ini dibantu oleh keponakannya sendiri yaitu KH Abdul Majid. Karena tidak mempunyai keturunan, maka KH. Ismail mengambil salah seorang puteri KH. Abdul Majid yang bernama Nyai Siti Khodijah sebagai anak angkat. Puteri angkat ini kemudian beliau nikahkan dengan salah seorang alumni Pondok Pesantren Miftahul Huda, Jampes Kediri Yaitu KH. Moh. Yahya yang berasal dari daerah Jetis Malang.

4. Pondok Pesantren Buntet Cirebon Jawa Barat (berdiri tahun 1785)


Pesantren ini sangat terkenal di Jawa Barat dan menjadi pelopor pesantren lain di provinsi Jawa barat, DKI Jakarta dan Banten. Tidak sedikit dari pengasuh pesantren di ketiga provinsi tersebut yang merupakan alumni dari Pesantren Butet. Oleh sebab itu, pesantren ini bisa jugadi sebut sebagai salah satu pesantren terbaik dan paling berpengaruh di Indonesia.

5. Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan Madura (berdiri tahun 1787)


Pondok Pesantren Banyuanyar bermula dari sebuah langgar (musholla) kecil yang didirikan oleh Kyai Itsbat bin Ishaq sekitar tahun + 1787 M/1204 H. Beliau adalah salah seorang ulama kharismatik yang terkenal dengan kezuhudan, ketawadhuan dan kearifannya yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh masyarakat dan pengasuh pondok pesantren di Pulau Madura dan Pulau Jawa.

Pada awal berdirinya, Pondok Pesantren Banyuanyar hanya berlokasi di atas sebidang tanah tegalan yang sempit dan gersang yang kemudian dikenal dengan sebutan “Banyuanyar”. Di lokasi inilah Kyai Itsbat mengasuh para santrinya dengan penuh istiqomah dan sabar, sekalipun sarana dan fasilitas yang ada pada saat itu jauh dari kecukupan. Setelah wafat, beliau meninggalkan amanah suci pada generasi penerusnya yaitu cita-cita luhur untuk mendirikan sebuah pondok pesantren yang representatif yang mampu menjawab tantangan zaman dan tuntutan umat.

Nama Banyuanyar diambil dari bahasa Jawa yang berarti air baru. Hal itu didasari penemuan sumber mata air (sumur) yang cukup besar oleh Kyai Itsbat. Sumber mata air itu tidak pernah surut sedikitpun, bahkan sampai sekarang air tersebut masih dapat difungsikan sebagai air minum santri dan keluarga besar Pondok Pesantren Banyuanyar.

6. Pondok Pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur (berdiri tahun 1830)


Setelah Bagus Darso (nama kecil KH. Abdul Manan) menyelesaikan pelajarannya di Pondok Tegalsari Ponorogo, beliau lantas mendirikan pondok di daerah Semanten [2km arah utara kota Pacitan], Namun dikemudian hari pondok tersebut akhirnya dipindah ke Tremas.

Usaha pertama kali yang dilakukan untuk membangun tempat pengajian sudah barang tentu mendirikan sebuah masjid (terletak agak ke sebelah timur dari masjid yang sekarang). Dan setelah santri-santri dari jauh yang sebagian berasal dari bekas santri-santrinya di Semanten mulai berdatangan, maka dibangunlah sebuah asrama pondok di sebelah selatan masjid. Sudah barang tentu keadaan masjid dan asrama pondok pada waktu itu masih sangat sederhana sekali, atapnya masih menggunakan daun ilalang dan kerangka lainnya masih banyak yang menggunakan bahan dari bambu.

Perkembangan Pondok Tremas pada masa itu sumber dananya diperoleh dari mertuanya, yaitu Demang Tremas Raden Ngabehi Honggowijoyo, karena membangun pondok adalah memang merupakan tujuan utama dari Raden Ngabehi Honggowijoyo untuk mengambil Bagus Darso sebagai menantu.

7. Pondok Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur (berdiri tahun 1852)


Pondok pesantren Langitan berdiri pada tahun 1852. Ponpes ini adalah pesantren yang sangat berpengaruh di daerah Surabaya ke arah barat menjangkau kabupaten Bojonegoro, Gresik, Cepu, Tuban serta Lamongan. Figur yang sangat mempunyai kharisma tinggi di pesantren ini adalah adalah KH Abdullah Faqih yang turut berkiprah di kancah politik Nasional. Hal inilah yang menambah dikenalnya pesantren Langitan ini.

8. Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan (berdiri tahun 1861)


Syaikhona (Syaichona) Kholil mendirikan sebuah pesantren di daerah Cengkubuan, Bangkalan. Setelah putrinya, Siti Khatimah, dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kiai Muntaha (Muhammad Thaha); pesantren di desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya tersebut. Dan Kiai Khalil sendiri, pada tahun 1861 M., mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota; sekitar 200 meter sebelah Barat alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak pesantren yang baru itu, hanya selang 1 kilometer dari pesantren lama dan desa kelahirannya. Pesantren yang terakhir ini kemudian dikenal sebagai pesantren Syaikhona Kholil.

Dari pesantren di Kademangan inilah KH. Khalil bertolak menyebarkan Islam di Madura sampai Jawa. Pada mulanya beliau membina agama Islam di sekitar Bangkalan. Baru setelah dirasa cukup baik, mulailah beliau merambah ke pelosok-pelosok yang jauh, hingga menjangkau seluruh Madura. 

9. Pondok Pesantren Sukamiskin Bandung Jabar (berdiri tahun 1881)


Pondok Pesantren Sukamiskin yang didirikan oleh K.H. Raden Muhammad bin Alqo pada tahun 1881 M ini telah mampu mencetak berbagai alumni yang tersebar di berbagai pelosok. Tak sedikit diantara alumni tersebut yang telah mendirikan pondok pesantren sebagai wadah memanfaatkan ilmu yang didapatnya selama di Sukamiskin. Wajar saja, karena pada kenyataannya pesantren yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda ini merupakan pesantren tertua di Bandung.

Tidak sedikit ulama-ulama dan para Kyai yang sekarang mempunyai nama serta berpengaruh besar dalam masyarakat priangan khususnya dan masyarakat daerah Jawa Barat umumnya adalah hasil gemblengan dan godogan ilmu di Pondok Pesantren Sukamiskin

Banyak yang tidak menyangka pesantren sukamiskin telah berdiri cukup lama, dan banyak menghasilkan para kyai yang akhirnya mendirikan pesantren-pesantren di kota Bandung.

Pondok Pesantren Sukamiskin berada di bawah pimpinan KH.R. Muhammad Alqo selama kurang lebih 29 tahun yakni dari tahun 1881 M sampai dengan 1910 M atau tahun 1300 H sampai dengan 1329 H.

10. Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jatim (berdiri tahun 1899)


Pondok Pesantren Tebuireng didirikan oleh Kyai Haji Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M. Pesantren ini didirikan setelah ia pulang dari pengembaraannya menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren terkemuka dan di tanah Mekkah, untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya.

Tebuireng dahulunya merupakan nama dari sebuah dusun kecil yang masuk wilayah Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Letaknya delapan kilometer di selatan kota Jombang, tepat berada di tepi jalan raya Jombang – Kediri. Menurut cerita masyarakat setempat, nama Tebuireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau hitam).[1] Versi lain menuturkan bahwa nama Tebuireng diambil dari nama punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut.

Dusun Tebuireng sempat dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan perilaku negatif lainnya. Namun sejak kedatangan K.H. Hasyim Asy’ari dan santri-santrinya, secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut berubah semakin baik dan perilaku negatif masyarakat di Tebuireng pun terkikis habis. Awal mula kegiatan dakwah K.H. Hasyim Asy’ari dipusatkan di sebuah bangunan yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu (Jawa: gedek), bekas sebuah warung yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang dibelinya dari seorang dalang. Satu ruang digunakan untuk kegiatan pengajian, sementara yang lain sebagai tempat tinggal bersama istrinya, Nyai Khodijah.

Organisasi NU tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dengan lebih dari 400 cabang, tetapi pengurus-pengurus wilayah NU yang kegiatan usahanya cukup nyata antara lain adalah yang berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.[2] Saat ini, keberadaan Pondok Pesantren Tebuireng telah berkembang dengan baik dan semakin mendapat perhatian dari masyarakat luas.

11. Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta (berdiri tahun 1911)


Pada tahun 1911, sepulang dari belajardi Mekkah selama 21 tahun, KH. Munawir yang tinggal di kampung Kauman, Yogyakarta (di belakang Masjid Agung alun-alun Yogyakarta) membuka pengajian di rumahnya. Kian hari santri terus bertambah, dan rumah Kyai tak mampu lagi menampung. Maka dipindahkanlah tempat pengajian itu ke desa Krapyak Kulon. Beberapa bangunan pondok yang dibangun di tempat baru inilah yang kemudian dikenal sebagai kompleks Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak.

Pada awal berdirinya, pesantren ini menekankan pengajaran al-Qur’an, baik secara binnadhar degan membaca langsung, bilghoib, hafalan. Kemudian dari pelajaran bilghoib ini dilanjutkan dengan pelajaran qiraat sab’ah, tujuh macam bacaan al-Qur’an. Melengkapi pelajaran al-Qur’an, diberikan pula pelajaran berbagai kitab fiqh, tafsir, dan kitab-kitab agama lainnya. Setelah KH. Munawwir wafat (1942), kepemimpinan pesantren dipegang tiga orang, masing-masing KH. Abdullah Affandi, KH. Abdul Qadir (keduanya putra KH. Munawir) dan KH. Ali Ma’shum (menantu KH. Munawwir, putera KH. Ma’shum Lasem).

Tiga serangkai inilah yang kemudian mengembangkan pesantren al-Munawwir Krapyak dengan pembagian tugas: KH. Abdullah Affandi sebagai ketua Umum, KH. Abdul Qadir penanggung jawab pengajian al-Qur’an dan KH. Ali Ma’shum penanggung jawab pengajian kitab-kitab.

12. Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru Sumut (berdiri tahun 1912)


Pesantren ini merupakan pesantren tertua berdiri tahun 1912 yang berada di Sumatera Utara, selain itu pesantren ini juga merupakan pesantren terbaik dan terpopuler di Sumatera Utara. Tidak sedikit para lulusan santri yang melanjutkan studi ke luar negeri, selain itu banyak juga alumni lulusan ini yang menjadi tokoh berpengaruh di lokal maupun nasional. Nama lain dari pesantren ini adalah pesantren Purba Baru.

13. Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur (berdiri tahun 1914)


Awalnya areal Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo adalah hutan belantara yang membentang dari Gunung Baluran sampai wilayah Asembagus. Hutan belantara itu dikenal sangat angker karena disamping dihuni oleh binatang buas, juga dedemit. Saat itu penduduk tidak ada yang berani memasuki hutan tersebut.

Pada tahun 1328 H / 1908 M, Kiai Syamsul Arifin atas saran Habib Hasan Musawa dan Kiai Asadullah dibantu putranya, As’ad dan beberapa orang santri yang menyertai dari Madura, membabat dan merambah hutan tersebut untuk didirikan sebuah pesantren dan perkampungan.

Upaya keras Kiai Syamsul Arifin akhirnya terwujud. Berdirilah sebuah pesantren kecil yang hanya terdiri dari beberapa gubuk untuk difungsikan rumah, musalla dan asrama santri yang waktu itu hanya beberapa orang.

Sejak tahun 1914, pesantren kecil itu berkembang bersamaan dengan datangnya para santri dari wilayah sekitar Karesidenan Besuki. Tahun itu pula kemudian dijadikan tahun berdirinya Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah. Setiap perayaan ulang tahun selalu dirujuk pada tahun itu.

Saat ini pesantren ini berkembang pesat dengan memiliki santri 15.000 orang yang berasal dari seluruh Indonesia dan luar negeri.

14. Pondok Modern Gontor Ponorogo Jatim (berdiri tahun 1926)


Pondok ini merupakan pelopor dan inovator pembuat pesantren modern yang terinspirasi oleh Sir Syed Ahmad Khan founder Aligarh Muslim University di India yang melakukan modernisasi pendidikan Islam. Dahulu ponpes ini bernama Ponpes Darussalam Gontor, dan setelah dirubah namanya menjadi Pondok Modern Gontor yang membuat pesantren ini menjadi institusi pendidikan Islam yang sering ditempati oleh masyarakat Islam perkotaan yang dulu enggan belajar di pondok pesantren karena terkesan tua.

Pondok pesantren modern Gontor mempunyai ciri khas tersendiri yatu memiliki kedisiplinan yang tinggi, pembiasaan dalam mengucap bahasa Arab dan Inggris yang sering digunakan dalam bahasa sehari-hari serta kerapihan mengenakan pakaian yang selalu memakai dasi saat bersekolah, dan masih banyak yang lainnya. Di sini pun para santri belajar tentang kisah hijrah Nabi Muhammad, kerajaan Islam di Indonesia serta sejarah perkembangan agama Islam di Eropa.

Secara keseluruhan, sistem yang dipakai di Pondok Modern Gontor berjalan dengan baik dan sangat sukses. Karena kesuksesannya tersebut, sistem yang dipakai di Pondok Modern Gontor ini menciptakan tren baru dikalangan pesantren-pesantren di Indonesia.

15. Pondok Pesantren Bata-bata Pamekasan Madura Jawa Timur (berdiri tahun 1943)


Pondok pesantren Mambaul Ulum Bata Bata didirikan oleh RKH .Abd Majid bin Abd Hamid bin RKH Itsbat, Banyuanyar pada tahun 1943 M / 1363 H. Kepemimpinan RKH Abd Majid berlangsung selama 14 tahun terhitung mulai tahun 1943 M sampai dengan 1957 M. Beliau Wafat pada tanggal 6 Syawal 1364 H/ 1957 M dengan jumlah santri yang telah mencapai 700 orang.

Selama dua tahun (1957–1959 M) Pondok pesantren Mambaul Ulum Bata Bata mengalami kekosongan kepemimpinan. Hal ini disebabkan karena putera beliau, RKH Abd Qadir masih belajar di Mekah dan menantunya, RKH Ahmad Mahfudz Zayyadi (Ayah RKH Abd Hamid, Pengasuh sekarang) sudah menetap di pondok pesantren Nurul Abror, Alasbuluh, Wongsorejo, Banyuwangi. Bahkan, kekosongan yang cukup lama ini menyebabkan lokasi pesantren banyak ditumbuhi rumput hingga setinggi lutut.

Untuk mengisi kekosongan itu, RKH Abd Hamid Bakir (Putera RKH Abd Majid, pengasuh PP Banyuanyar) pulang-pergi Banyuanyar-Bata Bata untuk memberikan pembinaan pada dua pesantren sekaligus. Beliau dibantu oleh beberapa tokoh penting lain, diantaranya adalah KH. As’ad (Timur Sumber), KH. Ahmad Faqih (Toronan) dan KH Ahmad Zahid (Pakes). Pada masa itu, banyak santri yang juga menimba ilmu pada kyai-kyai di sekitar pondok pesantren termasuk diantaranya adalah KH. Barmawi (Gudang, Panaan).

Semoga bermanfaat.
loading...

0 Response to "15 Pondok Pesantren Tertua dan Terbaik di Indonesia yang Terus Berkembang"

Posting Komentar